M A T A H A T I

Friday, November 10, 2006

Analyze Yourself

Hidup laksana berdiri di depan rak-rak supermarket. Banyak ragam yang bisa menjadi pilihan. Ini karena manusia punya kehendak. Namun, sudahkah pilihan hidup itu benar-benar sebagai sesuatu yang terbaik atau bahkan keterpaksaan. Kenali dirimu dan renungkanlah.

Bukan Robot.
Bak seekor anjing yang dikendalikan lonceng penanda waktu makan. Karena kebiasaannya, anjing ini akan berlari-lari dengan menjulurkan lidah dan mengeluarkan air liur saat lonceng berbunyi dan makanan ada di depan matanya.
Oleh Ivan Petrovich Pavlov, peraih Nobel karena teori psikologi behaviourismenya, fenomena anjing ini menjadi sasaran eksperimen untuk membuktikan bahwa respon yang sama bisa muncul kembali bila dikondisikan.
Ya, anjing memang bukan robot yang bisa diatur kelakuannya. Tapi hidupnya telah menjadi dikendalikan. Karena insting yang diciptakan untuk terbiasa, maka juluran lidah dan tetesan air liur akan dilakukan kembali.
Bagaimana dengan manusia, yang dibekali kemuliaan akal pikiran? Tidakkah ia tidak lepas dari kendali yang kaku itu?

Life isn't free!
Manusia tidak sepenuhnya bebas. Ia bisa mengontrol situasi, tapi juga dikontrol situasi. Manusia memiliki banyak keinginan, tapi tak semua keinginan ini bisa dipenuhi lantaran terbentur situasi. Seperti halnya supermarket, bisa jadi hati menginginkan semua yang tersaji dalam rak-rak. Tapi adakah kemampuan untuk menuruti semua keinginan itu. Lain sisi, seringkali lingkup sosial menjadi perangkap manusia untuk hidup sesuai aturan-aturan yang berlaku. Kehidupan tidak lepas dari nilai-nilai. Seseorang yang bijak maka ia akan menyelaraskan hidupnya dengan lingkunganya. Lingkungan ini merupakan salah satu guru dalam pembelajaran, seperti dipaparkan Albert Bandura, pencetus Social Learning Theory.
Tapi sebagian dari manusia sebenarnya telah lupa bahwa ada hal-hal lain yang tak terduga dan harus dipahami. Bandura meneruskannya dengan apa yang disebut "unconscious object learning".

Well.
Apa yang harus diperbuat manusia dalam sepenggal waktu hidup yang masih tersisa. Self analysis! Koreksi diri terhadap segala kekurangan dan kelebihanmu. Manusia dibekali dengan berbagai potensi, sudah sepatutnya dikembangkan. Manusia dihinggapi kekurangan, sudah selayaknya dilakukan perbaikan.

Tersebutlah kisah Sukab, karakter yang dimunculkan cerpenis Seno Gumira Ajidarma dalam karyanya, ''Legenda Wongasu''. Manusia-manusia berkepala anjing, menyalak-nyalak dan berkaing-kaing, melolong-lolong. Begitulah, manusia anjing sebagai sebuah gambaran ironi karmapala, ia merupakan titik terendah dalam kehidupan seorang Sukab dan juga masyarakat.
Kala manusia sudah kehilangan naluri insaninya maka ia sudah meninggalkan sisi manusiawinya. Dan Seno seakan ingin mengungkapkan kondisi ini telah menggejala sedemikian rupa dalam dunia nyata.

Ramadhan.
Ya, Ramadhan adalah momentum besar untuk menata ulang hati, menuju yang fitri. Begitu mulianya Ramadhan. Hingga Sang Pencipta pun menjanjikan pintu-pintu surga terbuka. Dan pintu-pintu neraka tertutup rapat.
Ramadhan seakan mengingatkan sejauh apapun manusia pergi, ia harus berpulang kepada yang suci. Sejauh apapun manusia melangkah, ia harus menggapai fitrah.
Dalam satu lingkaran penuh jarum jam, tak mungkin manusia dalam keadaan baik-baik saja. Kekhilafan karena nafsu bisa muncul kapan saja dan di mana saja. Oleh karenanya rentang waktu 24 jam, harusnya ada pemetaan sikap bagaimana menyikapi perubahan detik ke menit, dan menit ke jam. Memang, bukan suatu perkara mudah untuk bisa benar-benar menerapkannya.
Permasalahannya, dalam hati manusia ada satu ruang: ruang kesombongan. Kendali diri diperlukan untuk meredam rasa superioritas yang berlebihan.

Kalau memang bukan Sukab, manusia berkepala anjing, maka sering-seringlah bercermin terhadap apa yang ada pada diri kita. Cermin memperlihatkan kepada kita tentang hal-hal yang tak terlihat oleh diri kita sendiri. Mata, wajah, hidung, dagu, alis dan.....

Analyze yourself!
Tidak ada yang bisa menjamin seperti apakah jejak langkah yang sudah kita tinggalkan. Orang bijak adalah mereka yang tidak mau seperti keledai terperosok dalam lubang yang sama.
Lingkungan, barangkali, sebagai guru yang baik, termasuk orang-orang di sekitar kita. Mereka adalah cermin dari diri. Mereka akan mengkritik dan penilaian mereka tentang siapa diri kita. Keterbukaan menjadi penting dalam proses pembelajaran. Belajar mengolah rasa.
Tak berlebihan bila meempertanyakan kembali, adakah yang lebih baik dari kelembutan hati, kehalusan budi pekerti, keadilan, keberanian, kasih sayang, kejujuran, amanah, kedermawanan, dan keikhlasan.

*)Temukan juga tulisan ini Majalah "d'java" edisi Oktober 2006

0 Comments:

Post a Comment

<< Home