M A T A H A T I

Friday, April 21, 2006

BATIK SEMARANGAN: Kain panjang yang baru saja diberi lilin pewarna sesuai pola batik. Batik motif Semarangan saat ini kembali digemari dan banyak yang mencarinya.

-Menyusuri Jejak Batik Semarangan
Terbilang Langka dan Tinggal Sisa-sisa

TAK banyak orang tahu kalau kota Semarang memiliki motif batik yang khas. Motif Semarangan cukup unik dari ragam batik lainnya yang saat ini sangat dikenal, seperti corak batik Pekalongan, Solo, dan Yogyakarta. Dihiasi dengan garis-garis lengkung mirip perbukitan serta gambar orang, pohon asam, dan burung pengaruh dari budaya Belanda dan China. Warna motif ini terang seperti motif pesisiran lainnya.
Cukup sulit mencari batik asli Semarangan saat ini. Oleh karenanya tak banyak orang yang mengenal seperti apa motif batik Semarangan. Batik ini banyak diproduksi dan dikenakan sekitar awal 1900-1950-an saat usaha tekstil batik berkembang pesat di Semarang. Bila masih ada yang menyimpan kain batik ini maka produknya merupakan peninggalan dari nenek atau buyutnya. Di Museum Tekstil Indonesia Jakarta hanya mendokumentasikan saja dengan model yang tak terlalu banyak.
Beberapa yang berminat melestarikan batik ini mencoba mereproduksi desain sesuai dengan aslinya seperti yang dilakukan bengkel kerja batik Umi Zie di daerah Bukit Kencana Jaya Tembalang.
Karena sudah terbilang langka dan antik, kain batik Semarangan kini banyak diburu kolektor. Harganya pun jadi melangit, mencapai jutaan rupiah. Tingginya harga ini, selain faktor kuno juga produksinya melalui proses tulis dengan bahan pewarna alami.
Untuk pengembangan ini Umi mengajak warga sekitar Meteseh Tembalang untuk belajar membatik tulis dan cap, yang jumlahnya kini mencapai 30 orang. Umumnya yang mengikutinya adalah remaja perempuan dan kaum ibu dan belum memiliki latar belakang membatik sama sekali. Mereka belajar bagaimana cara nglowong (memberi lilin pada kain yang sudah diberi pola motif batik) dan mbironi (proses pewarnaan).
''Diharapkan mereka bisa memproduksi batik-batik alami yang berkualitas dan juga bisa dijual,'' katanya.
Untuk bisa lebih mengembangkan motif ini, ia menggandeng Museum Ronggowarsito untuk mengadakan pelatihan membatik bagi masyarakat umum dan beberapa hotel berbintang untuk memajang produk batik Semarangan.
''Saya cukup senang ternyata banyak pihak yang antusias terhadap pengembangan batik Semarangan, termasuk para pemerhati dan pelestari budaya kota ini,'' katanya.

Susuri Kampung
Upaya pelestarian batik ini kini juga menjadi obyek perhatian bagi peneliti Dr Dewi Yuliati MA, dosen Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Undip. Bersama timnya Dra Ngesti Lestari MAP dan Dra Siti Maziah MHum dibantu oleh beberapa arsitek, ia mencoba mengembangkan desain kontemporer batik Semarangan. Untuk membuat pola desain kontemporer ini tentunya tak bisa sembarangan. Ia berpedoman pada batik-batik Semarangan kuno yang berhasil ia temukan. Produk-produk yang ditemukannya antara lain berupa kain panjang, selendang, dan dasi.
''Tak mudah untuk mendapatkan kain-kain batik kuno ini. Tim kami melakukan penelitian lapangan, dengan menelusuri jejak pengusaha batik masa itu hingga mantan pekerjanya. Sementara literatur tertulis tentang hal ini belum ada. Kalaupun ada namun tak detil dan berasal dari Belanda,'' katanya.
Ia mengungkapkan sekitar abad ke-19 banyak tumbuh kampung-kampung perajin batik, seperti Rejosari, Melayu Darat, Pekunden, dan Kampung Batik Bubakan. Bahkan ada juga sebuah perusahaan batik besar, Batikkeraj Tan Kong Tin di daerah Bugangan. Selain masyarakat pribumi, batik Semarangan juga dikenakan warga peranakan China dan Belanda.
Sulitnya menemukan dokumentasi batik jenis ini dikarekan budaya tulis tak berkembang di kalangan pribumi dan peranakan China. Bahkan adanya tradisi China yang turut mengubur barang-barang pribadi sesorang yang sudah meninggal saat pemakaman, terjadi pula pada kain batik Semarangan. Berbeda dengan warga Belanda yang menyusunnya dalam katalog-katalog budaya dan sebagian tersimpan dalam museum.
''Seringkali kain batik Semarangan yang ditemukan tersebut sudah dalam keadaan lusuh karena faktor usia,'' katanya.
Hingga kini penelitian yang dilakukan mulai tahun 2000 ini masih terus dilanjutkan. Ia berharap desain batik Semarangan dikembangkan lebih lanjut dan diproduksi kembali. Meski demikian pengembangan batik Semarangan yang mulai dirintis kembali ini, malah dihadapkan oleh segelintir pihak yang ingin mengeruk keuntungan. Semisal menyerahkan desain pengembangan motif batik Semarangan ke industri tekstil. Akibat dari tindakan ini, maka batik ini akan diproduksi masal dengan sistem printing. Padahal pelestari budaya menginginkan batik ini tetap dikembangkan dengan menggunakan pewarna bahan-bahan alami dan proses tulis dan cap.

2 Comments:

Post a Comment

<< Home